Perfeksionis Ternyata Berpengaruh pada Kesehatan Mental, Simak Penjelasannya

3 Juli 2022, 14:17 WIB
Ilustrasi. Perfeksionis Ternyata Berpengaruh pada Kesehatan Mental, Simak Penjelasannya /Pixabay/geralt/



PORTAL GROBOGAN - Istilah perfeksionis kerap muncul di masa sekarang, ini biasanya berupa keinginan melakukan sesuatu selalu sempurna tanpa ada salah.

Orang yang perfeksionis, memiliki keinginan yang kuat untuk menghindari kesalahan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Meskipun perfeksionisme bukanlah suatu kondisi yang membutuhkan penanganan khusus, namun dapat berdampak serius pada kesehatan mental.

Hal itu diungkapkan oleh seorang profesor psikiatri klinis di Rumah Sakit Presbyterian New York bernama Gail Saltz, MD.

Baca Juga: 8 Strategi Manajemen Waktu yang Efektif dan Efisien Agar Tetap Produktif

Professor Fali Saltz berikan penjelasannya tentang perfeksionis yang baginya bahwa dengan sifat berbasis prestasi seperti ambisi.

Di sisi lain, Sarah Kaufman, LMSW dan psikoterapis di Cobb Psychotherapy mengungkapkan pendapatnya soal ambisi.

“Ambisi bekerja sebagai pemberi energi, mendorong kita menuju kesuksesan dan menginspirasi kita untuk berbuat lebih banyak,” jelasnya.

Baca Juga: 8 Tanaman Indoor yang Bermanfaat untuk Kesehatan Mental, Ada Lidah Buaya

Namun, terkadang ketika seseorang baru saja mencapai tujuannya, orang tersebut merasa tidak puas dengan kinerjanya, saat itulah ambisinya telah masuk dalam perfeksionis.

Lantas apa yang menyebabkan perfeksionisme? Seorang ahli bernama Kaufman menjelaskan bahwa keyakinan, perilaku, dan pandangan dibentuk oleh segala sesuatu dalam hidup.

Seperti faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Beberapa orang mungkin secara genetik cenderung perfeksionisme, misalnya OCD.

Baca Juga: 5 Rekomendasi Akun Kesehatan Mental untuk Anak Muda di Instagram, Cocok Temani Self Healing

Seringkali kita melihat perfeksionisme berasal dari dinamika keluarga yang tegang, contohnya seperti orang tua yang menuntut anaknya punya nilai sempurna.

Motivator ekstrinsik pada anak usia dini ini dapat diperkuat berulang kali dan berkembang menjadi kecenderungan perfeksionis yang memiliki dampak serius.

“Misalnya, ketika kita memuji atau memberi penghargaan kepada anak-anak kita untuk penampilan mereka, karya seni mereka, pekerjaan sekolah mereka, atau prestasi atletik mereka, kita mungkin secara tidak sengaja mengirim pesan agar mereka harus terus melakukannya dengan baik,” kata Dr. Jerud.

Baca Juga: 9 Cara Lakukan Self Love Agar Kesehatan Mental Terjaga, Salah Satunya Temukan Kebahagiaan Baru

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa kesadaran ini bisa berpengaru pada pendekatannya sendiri dalam mengasuh anak.

“Saya telah beralih dari memuji anak-anak saya dan sebagai gantinya mencoba untuk fokus pada proses dan pengalaman internal mereka,” jelasnya.

“Daripada mengatakan, 'Wow, kamu melakukan pekerjaan yang bagus dalam mewarnai itu. Sangat indah!,' Saya mungkin berkata, 'Wow, kamu bekerja sangat keras untuk itu! Saya ingin mendengar bagaimana kamu membuatnya.", ucapnya lagi.

Baca Juga: Bahaya Ghosting dan Cara Mengatasinya bagi Kesehatan Mental

“Cara terbaik untuk mengelola perfeksionisme adalah secara bertahap mulai melakukan kebalikan dari apa yang diinginkan oleh seorang perfeksionisme,” kata Dr. Jerud.

Dr. Jerud dalam menangani seseorang yang perfeksionis dengan lakukan terapi eksposur adalah bentuk terapi kognitif behavioral.

Misalnya, jika seseorang cenderung membaca ulang email berulang kali sebelum mengirimnya untuk memastikannya sempurna, mulailah dengan mencoba menguranginya.***

Editor: Fitria Muna Khoirun Nisak

Sumber: The Healthy

Tags

Terkini

Terpopuler