Kucing di Era Mesir Kuno, dari Penjaga Lumbung hingga Menjadi Dewi

- 3 Mei 2022, 22:16 WIB
Kucing di Era Mesir Kuno, dari Penjaga Lumbung hingga Menjadi Dewi
Kucing di Era Mesir Kuno, dari Penjaga Lumbung hingga Menjadi Dewi /Pexels/Julia Filirovs

PORTAL GROBOGAN - Kucing selalu menarik perhatian manusia. Siapa sangka, kepopuleran kucing telah berlangsung sejak ribuan tahun silam. Di era Mesir Kuno, kucing begitu dihormati layaknya dewi.

Sebenarnya, cerita manusia dengan kucing telah berlangsung sejak lama. Sebuah penemuan di Siprus menunjukkan bahwa hubungan manusia dengan kucing telah ada sekitar 9500 tahun yang lalu.

Di Mesir sendiri, hubungan manusia dengan kucing diketahui dari peninggalan-peninggalan yang berasal dari era Mesir Kuno.

Salah satu peninggalan tertua mengenai kucing itu ditemukan tahun 2012, di sebuah lubang kuburan di kompleks pemakaman Mostagedda, Hierakonpolis.

Baca Juga: Arti Oi Kiyomasa Nande Nande Baka Gambare Gambare yang Viral di TikTok, Apa itu?

Lubang kuburan yang diperkirakan berasal dari masa 3700 SM itu berisi seekor kucing yang dikubur bersama manusia.

Tak diketahui apakah jenis kucing hutan (Felis chaus) itu telah dijinakkan. Satu hal yang pasti, peninggalan tersebut menunjukkan bahwa kucing yang ikut dimakamkan memiliki arti penting bagi sang pemilik.

Awal Mula Hubungan manusia dengan kucing

Kucing pertama kali datang kepada manusia sebagai hewan liar. Para ahli memperkirakan, ketika manusia mulai menetap, membuat rumah di desa-desa kecil, kucing datang ke tempat tinggal tersebut sebagai predator.

Baca Juga: Usai Parodikan Gaya Nyanyi Andika Kangen Band, Tri Suaka dan Zinidin Zidan Dikritik Netizen Tanah Air

Kucing-kucing ini berkeliaran menangkapi hewan-hewan kecil, termasuk hewan pengerat.

Hal inilah yang kemudian disadari oleh penduduk. Mereka mendorong agar kucing-kucing tetap tinggal.

Ketika orang mulai tinggal di perkampungan yang lebih besar atau menetap di kota, maka akan banyak makanan yang disimpan pula. Keadaan tersebutlah yang mengundang baik hewan pengerat maupun kucing.

Dari asumsi ini, dapat ditarik simpulan bahwa kucing pertama kali dijinakkan untuk mengendalikan hama atau tikus.

Baca Juga: NCT Joget Mendung Tanpo Udan Trending di Twitter, Ndarboy Genk Beri Respon

Ada juga sumber lain yang menyebutkan bahwa kucing dapat membuat ular tetap berada di wilayah teluk.

Karena kemampuannya tersebut, kucing dipancing dengan makanan agar tetap di wilayah pemukiman. Sebuah simbiosis mutualisme pun tercipta.

Kucing mendapatkan makanan. Sementara itu, kemampuannya mengatasi hewan pengerat secara tidak langsung dapat menghindarkan penduduk dari bencana kelaparan.

Dugaan mengenai hubungan manusia dengan kucing itu kemudian terbukti di era Mesir Kuno, di mana terdapat peninggalan-peninggalan yang menunjukkan bahwa kucing dijadikan hewan peliharaan oleh manusia.

Baca Juga: Puncaki Tangga Lagu iTunes di 77 Negara, That That Buktikan Kepopuleran PSY dan Suga BTS

Penghormatan Masyarakat Mesir Kuno kepada Kucing

Kehidupan religi Mesir Kuno adalah salah satu yang paling menarik dan kompleks.

Sebagaimana mana peradaban tua lain di dunia, Mesir Kuno mengenal pemujaan kepada dewa-dewi. Hanya saja, konsep kedewaan Mesir Kuno menyimpan makna yang luas.

Masyarakat Mesir Kuno memvisualisasikan dewi-dewi mereka ke dalam berbagai bentuk.

Mereka menggambarkannya ke dalam wujud manusia, binatang, dan hibrida–bentuk campuran.

Peradaban Mesir Kuno berada di lembah Sungai Nil, geografi tempat tinggal itu turut mempengaruhi pengetahuan masyarakatnya tentang hewan apa saja yang mereka kenal.

Baca Juga: Daftar Film yang Diperankan Oleh Margot Robbie, Salah Satunya Birds of Prey

Pengetahuan akan hewan dan karakteristiknya inilah yang kemudian dipindahkan ke dalam ilahiyah.

Dari sini kita tahu, mengapa banyak dewa-dewi Mesir Kuno yang mengambil rupa binatang. Kucing adalah salah satu di antaranya.

Kesukaan masyarakat Mesir Kuno kepada kucing bukan sesederhana karena kegunaanya untuk menjaga hasil panen.

Lebih dari itu, kucing memiliki kesan mistis dan citra spiritual yang terpancar dari gerak gerik dan kemampuannya.

Kebiasaan tidur kucing yang unik, menggulung badannya seperti bola, dikaitkan dengan simbol keabadian, ouroboros.

Baca Juga: Viral di TikTok! Netizen Malaysia Sindir Sirkuit Mandalika, Netizen Indonesia Langsung Serang Balik

Cara kucing yang tidur melingkar, meletakkan kepalanya hingga bertemu ekor, membentuk lingkaran sempurna, mengingatkan masyarakat Mesir kepada ouroboros, yakni naga yang memakan ekornya sendiri.

Ouroboros adalah simbol simbol kehidupan abadi. Hidup yang tanpa awal maupun akhir. Naga yang melahap dan melahirkan dirinya kembali.

Selain itu, penghargaan kepada kucing tampak dari arti namanya. era Mesir Kuno, kucing dinamakan berdasarkan onomatopenya, “mau” atau “miu”, yang menirukan suara ngeong kucing.

Penamaan tersebut tidak sebatas pada peniruan suara kucing, tapi juga berarti “melihat”, merujuk kepada mata dewa utama masyarakat Mesir, Dewa Matahari, Re, yang melihat ke segala arah.

Baca Juga: Anak Kembar Cristiano Ronaldo Meninggal Dunia, MU: Lukamu Luka Kami Juga

Asosiasi kucing dengan dewa tak sebatas itu. Hewan ini dianggap sebagai anak perempuan Re, dan sebagai perwujudan Dewi Kucing.

Dewi Kucing, Bastet

Ada sejumlah Dewi Mesir yang diasosiasikan dengan kucing. Yang paling terkenal di antara mereka adalah Bastet.

Bastet sering digambarkan dalam wujud seekor kucing, atau dalam bentuk antropomorfiknya, yakni perempuan berkepala kucing.

Semula Bastet direpresentasikan sebagai perempuan berkepala singa betina. Hanya saja, seiring berjalannya waktu, ikonografi dewi ini berubah.

Baca Juga: Presiden Jokowi Ingin Perdamaian, Bahas Konflik Rusia-Ukraina untuk Temukan Solusi

Perubahan ini ditengarai oleh masyarakat Mesir Kuno yang menilai bahwa Bastet memiliki sifat yang lebih lembut dibanding dewi berkepala singa lain.

Perubahan semacam ini bukanlah hal yang aneh dalam kepercayaan Mesir kuno.

Pertautan sifat kedewaan dengan hewan-hewan itu dapat berubah sejalan dengan perubahan kerajaan Mesir Kuno dari waktu ke waktu.

Sebagian dewa-dewi iru berubah, berevolusi, dan kadang berbaur satu sama lain. Hal ini pula yang terjadi pada Bastet.

Bastet adalah dewi pelindung. Sosoknya ini tergambar dalam sebuah patung perunggu, di mana ia muncul sebagai perempuan berkepala kucing yang berdiri elegan melindungi empat anak kucing di kakinya.

Baca Juga: 3 Arti Mimpi Tentang Ludah, Apakah Pertanda Baik atau Buruk?

Bastet, sang Dewi Kucing, bersifat berbahaya dan mengancam, sekaligus tenang dan melindungi.

Penghormatan masyarakat Mesir Kuno akan kucing tak berhenti di sana. Para keluarga kaya bahkan mendandani kucing dengan perhiasan. Ketika si kucing mati, tubuhnya akan diawetkan sebagai mumi.

Pemilik yang berduka akan mencukur habis alis mereka sebagai tanda berkabung. Perkabungan itu terus berlangsung hingga alis mereka tumbuh kembali.

Begitu istimewanya kucing hingga orang yang sengaja atau tak sengaja membunuhnya akan dijatuhi hukuman mati.

Mumi-mumi kucing dan 100 patung Bastet ditemukan di kompleks pemakaman kota Saqqara, sebuah tanda kecintaan orang Mesir Kuno kepada hewan ini.

Baca Juga: Lebaran Takut Jadi Gemuk? Simak 10 Tips Menghindarinya Agar Tetap Sehat Saat Hari Raya Idul Fitri

Namun demikian, pemujaan kepada dewa-dewi, termasuk kepada Bastet, menjadi surut ketika kerajaan Roma yang dipimpin oleh Alexander Agung menduduki Mesir.

Puncaknya, pada masa Valentinian III (435 M), pemujaan kepada dewa-dewi dilarang, digantikan oleh penyebaran Kristen.

Akibatnya, banyak kuil-kuil Mesir yang ditutup, dihancurkan, atau digunakan untuk kegiatan lain.

Dewa-dewi yang telah dikenal dan dipuja selama ribuan tahun di Mesir berangsur-angsur ditinggalkan.***

Editor: Faqih Hilal Mukarrom

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini